- Back to Home »
- Artikel »
- Pengertian TIK
Posted by : Unknown
Monday, 10 February 2014
Pengertian Teknologi
Kata teknologi berasal dari bahasa Yunani, technologia, techne yang berarti ‘keahlian’ dan logia
yang berarti ‘pengetahuan’. Dalam pengertian yang sempit, teknologi
mengacu pada objek benda yang dipergunakan untuk kemudahan aktivitas
manusia, seperti mesin, perkakas, atau perangkat keras.
Dalam
pengertian yang lebih luas, teknologi dapat meliputi pengertian sistem,
organisasi, juga teknik. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan dan
kemajuan zaman, pengertian teknologi menjadi semakin meluas, sehingga
saat ini teknologi merupakan sebuah konsep yang berkaitan dengan jenis
penggunaan dan pengetahuan tentang alat dan keahlian, dan bagaimana ia
dapat memberi pengaruh pada kemampuan manusia untuk mengendalikan dan
mengubah sesuatu yang ada di sekitarnya.3
Jadi
teknologi adalah semacam perpanjangan tangan manusia untuk dapat
memanfaatkan alam dan sesuatu yang ada di sekelilingnya secara lebih
maksimal. Dengan demikian, secara sederhana teknologi bertujuan untuk
mempermudah pemenuhan kebutuhan manusia, Teknologi atau pertukangan memiliki lebih dari satu definisi. Salah satunya adalah pengembangan dan aplikasi dari alat, mesin, material dan proses yang menolong manusia menyelesaikan masalahnya. Sebagai aktivitas manusia, teknologi mulai sebelum sains dan teknik.,Kata teknologi
sering menggambarkan penemuan dan alat yang menggunakan prinsip dan
proses penemuan saintifik yang baru ditemukan. Akan tetapi, penemuan yang sangat lama seperti roda da pat disebut teknologi.
2. Pengertian Teknologi informasi dan komunikasi
Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai bagiandari ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK) secara umum adalah semua yang teknologi berhubungan
dengan pengambilan, pengumpulan (akuisisi), pengolahan, penyimpanan,
penyebaran, dan penyajian informasi(Kementerian Negara Riset dan
Teknologi, 2006: 6)
Teknologi
informasi juga adalah suatu teknologi yang digunakan untuk mengolah
data termasuk memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi
data dalam berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang berkualitas,
yaitu informasi yang relevan, akurat, dan tepat waktu yang digunakan
untuk keperluan pribadi, bisnis,dan pemerintahan dan merupakan informasi
yang strategis untuk pengambilan keputusan.
3. Pengertian TIK dalam bidang pendidikan
Pemanfaatan TIK dalam pendidikan di Indonesia
telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Inisiatif menyelenggarakan
siaran radio pendidikan dan televisi pendidikan sebagai upaya melakukan
penyebaran informasi kesatuan-satuan pendidikan yang tersebar di seluruh
nusantara, merupakan wujud dari kesadaran untuk mengoptimalkan
pendayagunaan teknologi dalam membantu proses pendidikan masyarakat.
Kelemahan utama siaran radio maupun televisi pendidikan adalah tidak
adanya interaksi imbal balik yang seketika. Siaran bersifat searah, dari
nara sumber
belajar atau fasilitator kepada pembelajar. Introduksi komputer dengan
kemampuannya mengolah dan menyajikan tayangan multimedia (teks, grafis,
gambar, suara, dan movie) memberikan peluang baru untuk mengatasi kelemahan yang tidak dimiliki siaran radio dan televisi.
Bila
televisi hanya mampu memberikan informasi searah (terlebih lebih bila
materi tayangannya adalah materi hasil rekaman), pembelajaran berbasis
teknologi internet memberikan peluang berinteraksi baik secara sinkron (real time) maupun asinkron (delayed).
Pembelajaran berbasis Internet memungkinkanterjadinya pembelajaran
secara sinkron dengan keunggulan utama bahwa pembelajar maupun
fasilitator tidak harus berada di satu tempat yang sama. Pemanfaatan
teknologi video conference yang dijalankan berdasar
teknologi Internet, memungkinkan pembelajar berada di mana saja
sepanjang terhubung ke jaringan komputer. Selain aplikasi puncak seperti
itu, beberapa peluang lain yang lebih sederhana dan lebih murah juga
dapat dikembangkan sejalan dengan kemajuan TIK.
4. Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam pendidikan
Di
gerbang milenium ketiga, peradaban manusia telah maju begitu rupa.
Banyak pencapaian yang telah diraih, mulai dari yang sifatnya
“nilai-nilai” (penghargaan atas kemanusiaan, kebebasan, hak atas
informasi, dan semacamnya) hingga ke penemuan berbagai artefak
kebudayaan.
Jauh
sebelum penghujung milenium kedua tiba, revolusi teknologi informasi
telah merambah ke segenap pelosok bumi. Berbagai perangkat teknologi
yang ditemukan telah menghadirkan definisi baru tentang ruang dan waktu.
Seiring dengan itu, berbagai proses sosial yang berwujud transformasi
terjadi di mana-mana. Istilah yang paling populer untuk menjelaskan
situasi ini adalah “globalisasi”. Secara sederhana, globalisasi dapat
dipahami sebagai sebuah proses sosial yang meruntuhkan batas-batas,
sehingga dunia menjelma sebagai sepetak kampung. Globalisasi
bukan semata fenomena ekonomi, tetapi juga menyangkut transformasi
ruang dan waktu. Revolusi teknologi informasi dan massifnya intensitas
komunikasi tingkat global memungkinkan manusia sekarang ini untuk
melangsungkan model interaksi yang lambat laun berubah. Intensifikasi
hubungan tingkat dunia ini selanjutnya akan melahirkan pola-pola relasi
baru dalam bidang ekonomi, sosial, politik, komunikasi, pola perilaku
sehari-hari, dan termasuk relasi antar-individu.
Meminjam
cara penggambaran yang dibuat oleh Jean-Francois Lyotard, globalisasi
dapat digambarkan demikian: seorang pemuda kampung di pedalaman Madura
sedang mengobrol dengan saudaranya yang bekerja di sebuah hotel Amerika
di Arab Saudi dengan menggunakan telepon genggam produk Finlandia, simcard
yang dimodali oleh perusahaan Malaysia, dengan jasa piranti lunak
buatan Australia. Dia sedang memesan jam tangan Swiss, dan sedang
dipertimbangkan apa akan dikirim dengan jasa pengiriman perusahaan
Belanda atau lewat tetangganya yang akan pulang ke kampung halaman.
Riwayat
globalisasi sebagai efek lebih jauh dari berbagai produk teknologi dan
sains dapat ditelusuri jauh ke belakang. Adalah filsuf Inggris Francis
Bacon (1561-1626) yang mula-mula meneguhkan metodologi ilmiah yang
menjadi motor penggerak perkembangan sains, yakni dengan memperkenalkan
metode (penalaran) induktif. Dalam paham Bacon, arah kerja filsafat
dibalik: daripada mempersoalkan final causes (teleologi), filsafat sebaiknya mulai menyibukkan diri dengan efficient causes
(kausalitas). Dari sini, eksprimentasi dan observasi kemudian didaulat
sebagai ruh sains. Dan filsafat pun kemudian diberi basis praktis untuk
kehidupan sehari-hari, sehingga dari situlah muncul diktum: knowledge is power (pengetahuan adalah kekuasaan).1
Sains
atau pengetahuan ilmiah bekerja dengan prinsip keterukuran. Cita-cita
sains adalah kehendak untuk memegang kendali kehidupan dengan lebih
besar, atau, dalam bahasa Giddens, untuk “membentuk sejarah menurut
tujuan kita sendiri”. Dengan pencapaian sains dan teknologi, dunia
diharapkan dapat lebih stabil dan tertata. Akan tetapi, kenyataannya,
dunia yang hadir saat ini tak seperti yang diperkirakan oleh para
pemikir itu. Bukannya menjadi lebih terkendali, dunia saat ini tampaknya
menjadi tak terkontrol, menjadi dunia yang lari tunggang langgang (runaway world).
Proses globalisasi membentuk corak masyarakat yang penuh risiko.
Capaian-capaian ilmu pengetahuan dan teknologi manusia memang telah
sanggup mengantarkan manusia pada status ontologis keserbapastian (ontological security).
Namun, di sisi lain, berkat iptek pula, manusia dewasa ini terjebak
dalam situasi keserbatakpastian, yang merupakan konsekuensi logis yang
inheren dari sistem relasi yang diciptakan manusia sendiri (manufactured uncertainties).
Relasi manusia dengan alam dan lingkungan, dengan dukungan teknologi
industri yang eksploitatif, ternyata melahirkan efek-efek destruktif
seperti pemanasan bumi, perusakan lapisan ozon, polusi, dan semacamnya.
Risiko yang lahir dari pola-pola relasi itu tak syak lagi akan menjadi
ancaman bagi keberadaan hidup manusia itu sendiri.2
Pembicaraan
mengenai pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk kegiatan
pembelajaran yang belakangan ini marak dilakukan dalam konteks uraian di
atas seperti dimaksudkan untuk mengarahkan produk teknologi agar dapat
dimanfaatkan dengan baik untuk kepentingan pengembangan pendidikan.
Maksudnya, pembicaraan tentang pemanfaatan teknologi informasi untuk
pembelajaran sebenarnya berlangsung di atas kesadaran bahwa bagaimanapun
fungsi produk teknologi itu dapat saja “lepas kendali” dan justru
bergerak di wilayah yang dipandang negatif.